Berita Acemark



news
Alasan Perubahan istilah HKI menjadi KI serta sejarahnya
- 2015-10-07 00:00:00

Perubahan nama HAKI menjadi HKI dan sekarang menjadi KI telah menjadi fenomena umum bagi dunia Kekayaan Intelektual. Apabila merujuk dari artikel "Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia" yang dimuat dalam Media HKI: Buletin Informasi dan Keragaman HKI yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Vol. V/No.3/Juni 2008 (hal. 11). Dalam artikel tersebut ditulis antara lain bahwa:

"Dilihat dari perkembangan hak kekayaan intelektual (HKI) di tanah air, sistem hukum (IPR) pertama kali diterjemahkan menjadi "hak milik intelektual", kemudian menjadi "hak milik atas kekayaan intelektual". Istilah yang umum dan lazim dipakai sekarang adalah hak kekayaan intelektual yang disingkat HKI. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan PerUndang-Undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah "Hak Kekayaan Intelektual" (tanpa "Atas") dapat disingkat "HKI" atau akronim "HaKI" telah resmi dipakai. Jadi bukan lagi Hak Atas Kekayaan Intelektual (dengan "Atas"). Surat Keputusan Menteri Hukum dan PerUndang-Undangan tersebut didasari pula dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15 September 1998, tentang perubahan nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) kemudian berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HAKI berubah menjadi Ditjen HKI."

Berdasarkan artikel tersebut dijelaskan bahwa alasan diadakannya perubahan istilah HaKI menjadi HKI yaitu adalah untuk lebih menyesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia yang tidak menuliskan kata depan semacam "atas" atau "dari", terutama untuk istilah. Artikel tersebut memberi contoh yaitu untuk istilah "Polisi Perairan", kita tidak perlu menulisnya dengan "Polisi untuk Perairan", atau "Polisi Wanita" tidak perlu disebut dengan "Polisi untuk/dari Kaum Wanita". Selengkapnya dalam artikel tersebut ditulis bahwa:

"Kita juga tidak mengatakan "Presiden dari Republik Indonesia" sebagai padanan. Penggunaan istilah dengan meniadakan kata "Atas" ini juga sudah dikonsultasikan dengan Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia dan pakar bahasa Prof. Dr. Anton Moeliono dengan ucapan terima kasih. Periksa Ahmad Zen Umar Purba, Penegakan Hukum di Bidang HKI, makalah disampaikan pada WIPO-National Roving Seminars on Enforcement of Intellectual Property Rights, diselenggarakan dengan kerja sama antara WIPO dan DJHKI, Departemen Kehakiman dan HAM RI di Jakarta, 19 Oktober 2000, hal.1. Periksa pula Ahmad Zen Umar Purba, Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Sistem HKI Nasional, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 13April 2001, hal 8.."

Sedangkan saat ini, HKI telah diubah menjadi KI sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2015 pada tanggal 22 April 2015 lalu ditandatangani Presiden Joko Widodo tentang Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dalam Perpres tersebut, setidaknya terdapat dua Direktorat Jenderal (Ditjen) di lingkungan Kemenkumham yang namanya berubah.

Di berbagai Negara tidak menggunakan kata "Hak" atau "Right" misalnya KIPO, Korean Intellectual Property Office, Singapore Intellectual Property Office, di China dengan sebutan State Intellectual Property Office. Sedangkan di Malaysia bernama MIPO yaitu Malaysian Intellectual Property Office.

Dalam Ditjen KI, Razilu menuturkan, terdapat dua kategori besar yang menjadi tugas dan fungsi, yakni kekayaan yang sifatnya komunal dan kekayaan yang sifatnya privat atau individu. Biasanya, kekayaan yang sifatnya individu ini terdiri dari proses menghasilkan atau melahirkan karya sendiri, proses untuk mendapatkan perlindungan serta komersialisasi dan perlindungan hukum.

Atas sejumlah alasan itu pula, nomenklatur Ditjen KI digunakan dan tepat untuk dicantumkan di lingkungan Kemenkumham. "Jadi, kita memberikan edukasi ke dalam masyarakat terkait dengan hal ini," ujar Razilu.

Menurut Bapak Razilu, perubahan nama tersebut sudah direncanakan sejak tahun 2013. Bahkan, rapat kerja teknis untuk mengubah nomenklatur ini juga dilakukan bersama kementerian lain, yakni Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kemenpan RB). Setidaknya perubahan nomenklatur telah dilakukan sebanyak empat kali. Sebelum Ditjen HKI, nama institusinya adalah Ditjen HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual. Bahkan, sebelum Ditjen HaKI, direktorat tersebut bernama Ditjen HCPM atau Hak Cipta, Paten dan Merek.

Sumber : hukumonline, dgip, reocities.com

Analisa :

Sejarah terbentuknya Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) yaitu Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut.

Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.

Pada tahun tersebut pula berdasarkan Keputusan Presiden No.32, dibentuklah Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek (Ditjen. HCPM) di lingkungan Departemen Kehakiman untuk menggantikan Direktorat Hak Cipta dan Paten yang merupakan salah satu direktorat dari Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan (Ditjen. Kumdang). Ditjen. HCPM terdiri atas sebuah Sekretariat, Direktorat Hak Cipta, Direktorat Paten dan Direktorat Merek.

Pada tahun 1998, berdasarkan Keputusan Presiden No.144, Ditjen. HCPM diubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen. HAKI), kemudian berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HAKI berubah menjadi Ditjen HKI.

Berubahnya nama institusi HKI menjadi KI adalah penyesuaian dengan Negara-negara lain yang dengan seragam tidak menggunakan kata "Hak" atau "Right". Selain itu dengan untuk lebih menyesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia yang tidak menuliskan kata depan semacam "atas" atau "dari", terutama untuk istilah sebagaimana yang tertuang pada artikel Media HKI: Buletin Informasi dan Keragaman HKI yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Vol. V/No.3/Juni 2008".

Perubahan dari HKI menjadi KI kembali terlihat pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2015. Perpres tersebut adalah tentang Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang susunan organisasinya berdasarkan pasal 4 meliputi :

  1. Sekretariat Jenderal;
  2. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan;
  3. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum;
  4. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  5. Direktorat Jenderal Imigrasi;
  6. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual;
  7. Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia;
  8. Inspektorat Jenderal;
  9. Badan Pembinaan Hukum Nasional;
  10. Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  11. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  12. Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan;
  13. Staf Ahli Bidang Ekonomi
  14. Staf Ahli Bidang Sosial;
  15. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga; dan
  16. Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang diatur pada pasal 25 sampai dengan pasal 28 mengenai tugas dan menjalankan fungsinya.

Dalam ketentuan Penutup juga disebutkan yaitu Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua ketentuan mengenai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam: a. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; dan b. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Semoga tidak ada lagi perubahan istilah nomenklatur KI, karena saat ini telah seragam dengan istilah diberbagai Negara lainnya.



logo

Chambers Asia's Leading Lawyers 2010 Band 3 for Intellectual Property



Berita Acemark


Fitur Baru DJKI Untuk Mempermudah Aplikasi Kekayaan Intelektual
- - 2022-12-19 07:35:26

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) telah meluncurkan fitur baru untuk mempermudah dalam melindungi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia


Penggunaan Merek yang Tidak Sesuai Dengan Pendaftaran Dapat Berujung Pada Gugatan Ganti Rugi
- - 2022-11-06 10:21:25

Baru-baru ini, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp.9.098.580.000 (sembilan miliar sembilan puluh delapan juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah) dalam Putusan No. 80/Pdt.Sus-HKI/Merek/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst


TIPS MUDAH MENDAFTARKAN MEREK DI MASA PANDEMI
- - 2021-11-08 07:45:17

Dalam situasi pandemi dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membuat ruang gerak menjadi terbatas,...


STARBUCKS DIDAFTAR SEBAGAI MEREK ROKOK OLEH STTC
- - 2021-11-08 07:40:15

PT Sumatra Tobacco Trading Company (STTC) digugat oleh Starbucks Corporation ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena membuat rokok merek Starbucks.


SENGKETA MEREK GEPREK BENSU BERLANJUT KEPADA GUGATAN TATA USAHA NEGARA
- - 2021-11-08 05:22:17

Kasus sengketa perebutan Merek Geprek Bensu memasuki babak baru. Pihak Benny Sujono yang memiliki Merek ‘‘I am Geprek Bensu’‘ melayangkan gugatan...